Kamis, 22 November 2012

tulisan 3 softskill ekonomi koperasi

IGNATIUS BAGAS WIBISONO
19211143 / 2EA17




ZEN NOH, KOPERASI TERBESAR DI DUNIA

Koperasi Zen Noh berdiri pada 30 Maret 1972, merupakan hasil penggabungan dua sekunder koperasi pertanian level nasional, yaitu Zenkoren (ber­gerak dalam pengadaan kebutuhan pertanian) dan Zenhanren (bergerak di bidang pemasaran pro­duk pertanian). Kedua sekunder ko­perasi ini berdiri pada tahun 1948. Zen Noh Jepang merupakan koperasi terbesar dari 300 koperasi yang diranking ICA. Dengan perputaran omset mencapai 63.449 dolar AS, atau Rp 583,73 triliun per tahun.

Koperasi Pertanian Jepang
Para petani Jepang memiliki posisi yang luar biasa kuat baik dalam konste­lasi ekonomi ataupun politik di negaranya. Sudah menjadi pengetahuan umum, kalau berbagai komoditi pertanian yang dihasilkan petani­nya, jauh lebih mahal ketimbang komoditi sejenis di negara lain. Tetapi, pemerintah Jepang tidak bi­sa sembarangan mengimpor komoditi tersebut tanpa persetujuan petani. Jatuhnya menteri pertanian karena mengabaikan aspirasi peta­ni bukan hal yang aneh terjadi di Jepang. Kekuatan luar biasa dimiliki peta­ni Jepang, antara lain karena mereka solid berhimpun dalam koperasi pertanian. Hal ini ditunjukkan untuk menekan dan me­ngembangkan jaringan bisnis, karena para petani Jepang berhimpun dalam koperasi.
Zen Noh menghimpun 1.173 koperasi pertanian, 1.010 diantaranya merupakan primer koperasi pertanian. Sisanya merupakan sekunder koperasi pertanian tingkat provinsi dan federasi kope­rasi lain yang terkait dengan bidang pertanian dan peternakan. Hampir semua kebutuh­an petani Jepang dipenuhi melalui koperasi, seperti penga­daan berbagai peralatan pertanian, permodalan, pe­masaran produk pertanian, dan kebutuhan barang sehari-hari.
Koperasi pertanian Jepang bersama jaringannya menangani sektor pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk sektor pendukungnya se­per­ti keuangan dan asuransi. Pada awalnya, tanaman pertanian yang menjadi perhatian adalah padi. Total produksi beras yang dihasilkan rata-rata mencapai 1,58 juta ton per tahun. Namun, pada perkembangan selanjutnya, koperasi juga mengarahkan petani untuk melakukan diversifikasi tanaman. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi over supply beras sehingga harganya jatuh. Koperasi selalu mengupayakan agar harga setiap komoditi di tingkat petani tetap tinggi sesuai dengan standar hidup di Jepang.

Strategi Kesejahteraan
Tingkat kesejahtera­an para petani tidak ketinggalan dengan masyarakat yang bekerja di sektor industri karena nilai tukar hasil pertanian dan barang produksi industri diusahakan setara di Jepang. Strategi tersebut, bukan tanpa risiko. Semula, Jepang memang bisa menerapkan kebijakan untuk mela­rang impor komoditi pertanian yang banyak dihasilkan petaninya, kendati harganya jauh lebih mahal di ban­ding pasar dunia. Namun, pada tahun 1993, Jepang dipaksa membuka keran impor, melalui Kese­pakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT). Berdasarkan kesepakatan itu, sejak tahun 1995 Jepang membuka impor beras, mes­kipun dibatasi hanya 4 persen dari kebutuhan beras dalam negeri. Memasuki tahun 2000, batasan itu diperbesar menjadi 4,8 persen.
Namun, Pemerintah Jepang te­tap melindungi petaninya, antara lain dengan menetapkan bea masuk cukup tinggi, disamping tetap memberikan subsidi pada input pertanian. Melalui koperasi, peta­ni Jepang mempunyai lobi yang kuat di pemerintahan. Bahkan di Partai Demokrat Libe­ral (LDP) yang merupakan partai besar, banyak orang koperasi yang berkiprah. Mereka mampu meyakinkan pemerintah, bahwa impor komoditi pertanian dalam jangka panjang akan menimbulkan ketergantung­an yang bisa berakibat fatal. Dalam jangka pendek, melindungi pertanian di dalam negeri juga terkait de­ngan stabilitas politik nasional.


Cinta Produk Dalam Negeri
Koperasi pertanian Jepang aktif melakukan kampanye yang mengu­sung tema “Produk Lokal untuk Kon­sumen Lokal”. Upaya untuk menjaga loyalitas penduduk Jepang pada produk pertanian dalam negeri ini, tidaklah semata-mata mengandalkan unsur emosional, tetapi juga rasional.
Kendati harganya relatif lebih tinggi, koperasi pertanian menjamin bahwa seluruh komoditi pertanian yang dihasilkan anggotanya, memenuhi standar higienis tinggi. De­ngan label bersistem barcode di setiap kemasan pertanian yang dibeli di toko koperasi, konsu­men dengan jelas mengetahui siapa petani yang menanam produk yang mereka beli. Oleh sebab itu, jika terjadi se­suatu, komplain lebih mudah di lakukan. Agar produk pertanian itu bisa dijual lebih murah, kope­rasi membangun jaringan toko sendiri, sehingga bisa memotong jalur distribusi.
Perkembangan bisnis setiap kope­rasi pertanian di Jepang, pada gilirannya mendorong Zen Noh untuk terus melebarkan sayap bisnisnya, dengan jaringan yang tersebar di 26 negara, termasuk Indonesia, dan memiliki afiliasi dengan 249 perusahaan. Jumlah karyawannya mencapai 12.500 orang lebih.



(Sumber : http://himatipa.tp.ugm.ac.id/tip/232-zen-noh-koperasi-terbesar-di-dunia.html yang bersumber dari http://atanitokyo.blogspot.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar