Jumat, 17 Oktober 2014

4 EA17_IGNATIUS BAGAS WIBISONO_19211143_TUGAS 1

KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS TERHADAP PENJUALAN PRODUK MAKANAN MENGGUNAKAN BAHAN KIMIA TERLARANG



ABSTRAKSI

Ignatius Bagas Wibisono, 19211143
“KASUS PELANGGARAN ETIKA DALAM BISNIS”
Penulisan, Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika Bisnis, Pelanggaran Etika Binis, Pelaku Usaha

Etika bisnis sangat mempengaruhi wirausaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Banyak diantara para pelaku usaha melakukan tindakan kecurangan demi meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan apakah tindakannya itu termasuk pelanggaran etika bisnis atau bukan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya atau tidak.
Berdasarkan analisis yang digunakan ada pelaku bisnis tidak memperhatikan etika dalam berbisnis. Bagi pelaku usaha atau produsen, mereka perlu menyadari bahwa kelangsungan hidup usahanya sangat tergantung pada konsumen. Untuk itu mereka mempunyai kewajiban untuk memproduksi barang dan jasa dengan penuh tanggung jawab dan berusaha untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Pemberian informasi yang benar tentang berhubungan dengan masalah keamanan, kesehatan maupun keselamatan konsumen.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Masalah etika bisnis atau etika usaha akhir-akhir ini semakin banyak dibicarakan bukan hanya di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara lain termasuk di negara-negara maju. Perhatian mengenai masalah ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya dunia usaha kita sebagai hasil pembangunan selama ini. Peran dunia usaha dalam perekonomian begitu cepat. Kegiatan bisnis yang makin merebak baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru, yaitu adanya tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis, yang juga menjadi tuntutan kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Transparansi yang dituntut oleh ekonomi global menuntut pula praktik bisnis yang etis. Dalam ekonomi pasar global, kita hanya bisa survive kalau mampu bersaing. Untuk bersaing harus ada daya saing, yang dihasilkan oleh produktivitas dan efisiensi. Untuk itu pula, diperlukan etika dalam berusaha, karena praktik berusaha yang tidak etis, dapat mengakibatkan rante ekonomi, mengurangi produktivitas dan mengekang efisiensi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat, juga berpengaruh pada masalah etika bisnis. Benteng moral dan etika harus ditegakkan guna mengendalikan kemajuan.
 Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup. Hal ini juga tercantum didalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen yang menyebutkan bahwa “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Oleh karena itu, berbicara mengenai perlindungan konsumen berarti mempersoalkan mengenai jaminan ataupun kepastian mengenai terpenuhinya hak-hak konsumen.
Sebagaimana diketahui bahwa akhir-akhir ini banyak beredar makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti boraks, formalin, pewarna tekstil, pemanis buatan, dsb. Dan produk-produk itu pun ada yang terdapat di pasar swalayan ataupun di pasar tradisional.

1.2 RUMUSAN MASALAH DAN BATASAN MASALAH
1.2.1 Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini, adalah :
      1)   Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya ?
      2)   Bagaimana bentuk pelanggarannya ?
      3)   Apa faktor penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya ?

1.2.2 Batasan masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada penjualan produk makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya. Berkaitan penerapan etika didalam menjalankan suatu bisnis oleh pelaku bisnis, meliputi bentuk pelanggaran, faktor penyebab serta cara mengatasinya.

1.3 TUJUAN PENULISAN
  1. Untuk mengetahui siapakah pelaku bisnis dan etika bisnis seperti apa yang dilakukan dalam menjalankan bisnisnya .
  2. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran etika dalam bisnis.
  3. Untuk mengetehaui faktor-faktor penyebab pelanggaran etika dalam bisnis .
  4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasinya.

1.4 MANFAAT PENULISAN
a) Bagi akademis
Penulis dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.

b) Bagi Praktis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk usahanya secara lebih baik.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Keraf, (1993:66) : Etika bisnis merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika Serikat.
Sebagai cabang filsafat terapan, Etika Bisnis menyoroti segi – segi moral perilaku manusia yang mempunyai profesi dibidang bisnis dan manajemen. Oleh karena itu, Etika Bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip – prinsip etika di bidang hubungan ekonomi antar manusia.

2.2 PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS
Menurut Sonny Keraf prinsip – prinsip etika bisnis adalah sebaai berikut :
  • Prinsip  otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
  • Prinsip kejujuran, terdapat tiga lngkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontra. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
  • Prinsip keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional objektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
  • Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.

2.3 TUJUAN ETIKA BISNIS
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam mempelajari etika bisnis  yaitu :
1.   Menanamkan atau meningkatkan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2.  Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pelaku bisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat    
     didalam profesinya (kelak).

2.5 ASPEK POKOK ETIKA BISNIS
Menurut K.Bertens bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Antara lain ada fakor organisatoris-manajerial, ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-kultuiral. Kompleksibilitas bisnis ini berkaitan langsung dengan kompleksibilitas masyarakat modern sekarang juga sebagai kegiatan sosial. Maka pendekatan pertama perbandingannya  terutama pada aspek ekoomi dan hukum. Berikut ini  tiga sudut pandang mengenai bisnis :

  1. Sudut pandang ekonomis 
Bisnis adalah kegiatan ekonomis dengan maksud memperoleh untung. Dalam bisnis modern untung diekspresikan dalam bentuk uang, tetapi hal itu tidak hakiki untuk bisnis. Yang penting ialah kegiatan antar manusia dan bertujuan mencari untung dan karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Jadi bisnis selalu bertujuan mendapat keuntungan dan perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan dengan tujuan sekali lagi, di antara tujuan-tujuan lain meraih keuntungan. Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam sistem ekononomi pasar bebas para pengusaha dengan memmanfaatkan sumber daya yang langka (tenaga kerja, bahan mentah, informasi/pengetahuan, modal) menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk masyarakat. Jika kompetisi pada pasar bebas berfungsi dengan semestinya, akan menyusul efisiensi ekonomis, artinya hasil maksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal yang tampak dalam harhga produk atau jasa yang paling menarik untuk publik. Oleh karena efisiensi merupakan kata kunci dalam ekonomi modern, para ekonom telah mengembangkan pelbagai teknik dan kiat. Dengan demikian dari sudut ekonomis, good business adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan.

  1. Sudut pandang moral 
Dalam sudut pandang ini mengejar keuntungan merupakan hal yang wajar, asalkan tidak tercapai dengan merugikan pihak lain. Maka menghormati kepentingan dan hak orang lain penting. Jadi, ada batasnya juga dalam mewujudkan tujuan perusahaan namun hal itu juga harus demi kepentingan bisnis itu sendiri sehingga bisnis yang etis tidak membawa kerugian  bagi bisnis itu sendiri, terutama dilihat dari jangka panjang. Aspek etis dalam sudut pandang moral bisa dilihat dari janji yang harus ditepati, kepercayaan, dan  menjaga nama baik. Dengan demikian perilaku baik dalam konteks bisnis dalam sudut pandang moral adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral karena suatu perbuatan dinilai baik menurut arti terdalam justru kalau memenuhi standar etis itu.

  1. Sudut pandang hukum
Cabang penting dalam ilmu hukum modern adalah hukum dagang atau hukum bisnis sebab hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu.Tetapi hukum dan etika memiliki kaitan erat karena etika harus menjiwai hukum. Itu berarti peraturan hukum harus ditentukan supaya keadaan tidak menjadi kacau, tetapi cara diaturnya tidak berkaitan dengan etika sehingga peraturan hukum merupakan pengendapan atau kristalisasi dari keyakinan moral dan serentak juga mengukuhkan keyakinan moral itu.
Disamping itu sudut pandang hukum membutuhkan sudut pandang moral karena beberapa alasan. Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya yang bersifat imoral adalah ilegal juga. Alasan kedua yaitu proses terbentuknya undang-undang atau peraturan-peraturan hukum lainnya memakan waktu lama, sehingga masalah-masalah baru tidak segera bisa diatur secara hukum. Alasan ketiga ialah bahwa hukum itu sendiri sering kali bisa disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang beritikad buruk bisa memanfatkan celah-celah dalam hukum (the loopholes of the law). Alasan keempat bisa terjadi, hukum memang dirumuskan dengan baik, tetapi karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya karena sulit dijalankan kontrol yang efektif. Tidak bisa diharapkan, peraturan hukum yang tidak ditegakan akan ditaati juga. Alasan kelima untuk perlunya sudut pandang moral disamping sudut pandang hukum adalah bahwa hukum kerap kali mempergunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak didenifisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral, contohnya pengertian bonafide.
Bisnis yang baik berarti juga bisnis yang patuh pada hukum. Bahkan, pada tarif normatif etika mendahului hukum. Jadi, bisnis berlaku etis mereka tegaskan jika dan selama tidak melangggar hukum (if it’s legal, it’s morally okay) tetapi lebih baik “if it’s morally wrong, it’s probably also illegal’’ seperti yang dikemukakan Boatright.




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1 METODE PENGUMPULAN DATA
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari buku yang berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.




BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 HASIL ANALISIS
Salah satu produk hukum tentang pangan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Undang-undang tentang pangan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan. Sebagai landasan hukum di bidang pangan, undang-undang tentang pangan dimaksudkan menjadi acuan dari berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Peraturan yang mengatur tentang produk makanan untuk saat ini sebenarnya sudah cukup memadai. Tetapi masalahnya adalah sampai seberapa jauh produsen mampu menerapkan atau menindaklanjuti setiap ketentuan itu. Juga bagaimana sebenarnya pemerintah secara efektif dan berkelanjutan melakukan pengawasan terhadap setiap produk makanan tanpa ada laporan dari anggota masyarakat lembaga atau yayasan perlindungan konsumen.
Secara yuridis normatif, semua peraturan tentang produk makanan sudah memenuhi standard. Tetapi dalam proses penegakan peraturan itu dapat dikatakan bahwa dalam banyak kasus, peraturan-peraturan tersebut sangat bersifat nominal dan semantik. Aturan-aturan tertulis sebagai hukum positif sering kali dilanggar atau tidak dilaksanakan secara konsekuen, sebab banyak bukti di masyarakat yang menunjukkan terjadinya peredaran-peredaran produk makanan yang membahayakan, terutama kesehatan.
Kasus bakso menggunakan boraks, ayam dan ikan berformalin, makanan manis dengan pemanis buatan berlebih, makanan dengan menggunakan pewarna buatan, serta banyak kasus lain telah sering terjadi. Hal itu membuktikan bahwa kualitas penegakan hukum terhadap produsen, penyalur dan penjual, dapat dikatakan belum baik. Terkait dengan itu, kewajiban moral untuk menggunakan etika profesi produsen, penyalur, dan penjual kurang dimiliki. Kebersihan sebagai bagian dari iman atau cerminan peradaban di masyarakat belum sampai pada sebuah titik yang mengagumkan. Satu kelemahan mendasar terjadinya peredaran dan pembiaran produkasi-produksi makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya terletak pada sistem kontrol data yang tidak akurat.
Penjual dengan motif mencari keuntungan sering menggunakan cara dengan mencampur bahan kimia berbahaya dengan tujuan menekan biaya produksi yang dikeluarkan. Bagi pelaku usaha atau produsen, mereka perlu menyadari, bahwa kelangsungan hidup usahanya sangat tergantung pada konsumen. Untuk itu mereka mempunyai kewajiban untuk memproduksi barang dan jasa sebaik dan seaman mungkin dan berusaha untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Pemberian informasi yang benar tentang berhubungan dengan masalah keamanan, kesehatan maupun keselamatan konsumen. Kongres ke-5 tentang "Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggar Hukum" yang diselenggarakan oleh Badan PBB pada bulan September 1975 di Jenewa memberikan rekomendasi dengan memperluas pengertian kejahatan dengan tindakan "penyalahgunaan kekuasaan ekonomi secara melawan hukum" (illegal abuse of economic power) seperti pelanggaran terhadap peraturan perburuhan, penipuan konsumen, pencemaran, manipulasi pajak, serta terhadap "penyalahgunaan kekuasaan umum secara melawan hukum" (illegal abuse of public power), seperti pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, menyalahgunakan wewenang oleh alat penguasa misalnya penangkapan dan penahanan yang sangat melanggar hukum.
Oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai suatu usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip dasar etika di bidang hubungan ekonomi antara manusia. Dapat juga dikatakan, bahwa etika bisnis menyoroti segi-segi moral dalam hubungan antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis. Satu informasi dalam label yang paling populer dan sering diperhatikan adalah keamanan bahan yang digunakan untuk suatu produk makanan. Keamanan bahan yang digunakan wajib digunakan untuk produk makanan.




BAB V
PENUTUP



5.1 KESIMPULAN

Sebagai pelaku  usaha dalam kasus ini etika dalam berbisnis itu sangat penting supaya para pedagang  mengetahui etika-etika dalam berbisnis. Seperti yang telah dibahas pada kasus diatas, itu termasuk ke dalam pelanggaran etika bisnis.
Etika bisnis dapat dilihat sebagai suatu usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip dasar etika di bidang hubungan ekonomi antara manusia. Dapat juga dikatakan, bahwa etika bisnis menyoroti segi-segi moral dalam hubungan antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis. Setiap pelanggaran yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja harus diselesaikan menurut kode etik yang berlaku.

5.2 SARAN
Bagi pelaku usaha atau produsen, mereka perlu menyadari, bahwa kelangsungan hidup usahanya sangat tergantung pada konsumen. Para produsen tidak boleh memikirkan diri sendiri, mengutamakan keuntungan, apalagi ditambah mengesampingkan faktor keamanan bahan yang digunakan untuk produk makanan. Produsen juga harus memikirkan para konsumennya. Untuk itu mereka mempunyai kewajiban untuk memproduksi makanan sebaik dan seaman mungkin dan berusaha untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.




DAFTAR PUSTAKA

Sonny, Keraf. 1993. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Jakarta : Pustaka Filsafat
K.Bertens. 2004. Etika Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama