KASUS
PELANGGARAN ETIKA BISNIS TERHADAP PENJUALAN PRODUK MAKANAN MENGGUNAKAN BAHAN
KIMIA TERLARANG
ABSTRAKSI
Ignatius Bagas Wibisono, 19211143
“KASUS PELANGGARAN ETIKA DALAM BISNIS”
Penulisan, Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika Bisnis, Pelanggaran Etika Binis, Pelaku
Usaha
Etika bisnis sangat mempengaruhi wirausaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya. Banyak diantara para pelaku usaha melakukan tindakan
kecurangan demi meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan apakah
tindakannya itu termasuk pelanggaran etika bisnis atau bukan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pelaku
bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya
atau tidak.
Berdasarkan analisis yang digunakan ada pelaku bisnis tidak
memperhatikan etika dalam berbisnis. Bagi pelaku usaha atau
produsen, mereka perlu menyadari bahwa kelangsungan hidup usahanya sangat
tergantung pada konsumen. Untuk itu mereka mempunyai kewajiban untuk
memproduksi barang dan jasa dengan penuh tanggung jawab dan berusaha untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen. Pemberian informasi yang benar tentang
berhubungan dengan masalah keamanan, kesehatan maupun keselamatan konsumen.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masalah
etika bisnis atau etika usaha akhir-akhir ini semakin banyak dibicarakan bukan
hanya di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara lain termasuk di
negara-negara maju. Perhatian mengenai masalah ini tidak terlepas dari semakin
berkembangnya dunia usaha kita sebagai hasil pembangunan selama ini. Peran
dunia usaha dalam perekonomian begitu cepat. Kegiatan bisnis yang makin merebak
baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru, yaitu
adanya tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis, yang juga menjadi tuntutan
kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Transparansi yang dituntut oleh
ekonomi global menuntut pula praktik bisnis yang etis. Dalam ekonomi pasar
global, kita hanya bisa survive kalau mampu bersaing. Untuk bersaing harus ada
daya saing, yang dihasilkan oleh produktivitas dan efisiensi. Untuk itu pula,
diperlukan etika dalam berusaha, karena praktik berusaha yang tidak etis, dapat
mengakibatkan rante ekonomi, mengurangi produktivitas dan mengekang efisiensi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat, juga berpengaruh pada
masalah etika bisnis. Benteng moral dan etika harus ditegakkan guna
mengendalikan kemajuan.
Perlindungan konsumen
adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah kaidah yang bersifat
mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun
hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum
yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang
berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup. Hal ini
juga tercantum didalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen
yang menyebutkan bahwa “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Oleh karena
itu, berbicara mengenai perlindungan konsumen berarti mempersoalkan mengenai
jaminan ataupun kepastian mengenai terpenuhinya hak-hak konsumen.
Sebagaimana diketahui bahwa akhir-akhir ini banyak beredar
makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti boraks, formalin,
pewarna tekstil, pemanis buatan, dsb. Dan produk-produk itu pun ada yang
terdapat di pasar swalayan ataupun di pasar tradisional.
1.2 RUMUSAN MASALAH DAN BATASAN
MASALAH
1.2.1 Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini, adalah :
1) Apakah pelaku bisnis yang ada
disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya ?
2) Bagaimana bentuk pelanggarannya ?
3) Apa faktor penyebabnya dan bagaimana
cara mengatasinya ?
1.2.2 Batasan masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada penjualan
produk makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya. Berkaitan penerapan
etika didalam menjalankan suatu bisnis oleh pelaku bisnis, meliputi bentuk
pelanggaran, faktor penyebab serta cara mengatasinya.
1.3 TUJUAN PENULISAN
- Untuk mengetahui siapakah
pelaku bisnis dan etika bisnis seperti apa yang dilakukan dalam
menjalankan bisnisnya .
- Untuk mengetahui bentuk
pelanggaran etika dalam bisnis.
- Untuk mengetehaui faktor-faktor
penyebab pelanggaran etika dalam bisnis .
- Untuk mengetahui bagaimana cara
mengatasinya.
1.4 MANFAAT PENULISAN
a)
Bagi akademis
Penulis
dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah
diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.
b)
Bagi Praktis
Diharapkan
penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang
bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala
kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk
usahanya secara lebih baik.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Keraf, (1993:66) : Etika bisnis merupakan etika khusus
(terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika Serikat.
Sebagai cabang filsafat terapan, Etika Bisnis menyoroti segi
– segi moral perilaku manusia yang mempunyai profesi dibidang bisnis dan
manajemen. Oleh karena itu, Etika Bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan
dan menerapkan prinsip – prinsip etika di bidang hubungan ekonomi antar
manusia.
2.2 PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS
Menurut Sonny Keraf prinsip – prinsip etika bisnis adalah
sebaai berikut :
- Prinsip otonomi, adalah sikap dan kemampuan
manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya
tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
- Prinsip
kejujuran, terdapat tiga lngkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan
secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau
tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat –
syarat perjanjian dan kontra. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau
jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan
kerja intern dalam suatu perusahaan.
- Prinsip
keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai
dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional objektif, serta
dapat dipertanggung jawabkan.
- Prinsip saling menguntungkan
(mutual benefit principle) menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian
rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.
2.3 TUJUAN ETIKA BISNIS
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang
ingin dicapai dalam mempelajari etika bisnis
yaitu :
1. Menanamkan atau meningkatkan
kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan,
jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah
ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan
memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis
yang perlu diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya
dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pelaku bisnis/calon pebisnis dalam
menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku
bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang
menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk
menentukan sikap moral yang tepat
didalam profesinya (kelak).
didalam profesinya (kelak).
2.5
ASPEK POKOK ETIKA BISNIS
Menurut K.Bertens bisnis modern merupakan realitas
yang amat kompleks. Antara lain ada fakor organisatoris-manajerial,
ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-kultuiral. Kompleksibilitas bisnis ini
berkaitan langsung dengan kompleksibilitas masyarakat modern sekarang juga
sebagai kegiatan sosial. Maka pendekatan pertama perbandingannya terutama
pada aspek ekoomi dan hukum. Berikut ini tiga sudut pandang mengenai
bisnis :
- Sudut
pandang ekonomis
Bisnis
adalah kegiatan ekonomis dengan maksud memperoleh untung. Dalam bisnis modern
untung diekspresikan dalam bentuk uang, tetapi hal itu tidak hakiki untuk
bisnis. Yang penting ialah kegiatan antar manusia dan bertujuan mencari untung
dan karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Jadi bisnis selalu bertujuan mendapat
keuntungan dan perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan dengan tujuan
sekali lagi, di antara tujuan-tujuan lain meraih keuntungan. Teori ekonomi
menjelaskan bagaimana dalam sistem ekononomi pasar bebas para pengusaha dengan
memmanfaatkan sumber daya yang langka (tenaga kerja, bahan mentah,
informasi/pengetahuan, modal) menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk
masyarakat. Jika kompetisi pada pasar bebas berfungsi dengan semestinya, akan
menyusul efisiensi ekonomis, artinya hasil maksimal akan dicapai dengan
pengeluaran minimal yang tampak dalam harhga produk atau jasa yang paling
menarik untuk publik. Oleh karena efisiensi merupakan kata kunci dalam ekonomi
modern, para ekonom telah mengembangkan pelbagai teknik dan kiat. Dengan
demikian dari sudut ekonomis, good business adalah bisnis yang membawa banyak
keuntungan.
- Sudut
pandang moral
Dalam
sudut pandang ini mengejar keuntungan merupakan hal yang wajar, asalkan tidak
tercapai dengan merugikan pihak lain. Maka menghormati kepentingan dan hak
orang lain penting. Jadi, ada batasnya juga dalam mewujudkan tujuan perusahaan
namun hal itu juga harus demi kepentingan bisnis itu sendiri sehingga bisnis
yang etis tidak membawa kerugian bagi bisnis itu sendiri, terutama
dilihat dari jangka panjang. Aspek etis dalam sudut pandang moral bisa dilihat
dari janji yang harus ditepati, kepercayaan, dan menjaga nama baik.
Dengan demikian perilaku baik dalam konteks bisnis dalam sudut pandang moral
adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral karena suatu perbuatan
dinilai baik menurut arti terdalam justru kalau memenuhi standar etis itu.
- Sudut
pandang hukum
Cabang
penting dalam ilmu hukum modern adalah hukum dagang atau hukum bisnis sebab
hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan
pasti karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi
tertentu.Tetapi hukum dan etika memiliki kaitan erat karena etika harus
menjiwai hukum. Itu berarti peraturan hukum harus ditentukan supaya keadaan
tidak menjadi kacau, tetapi cara diaturnya tidak berkaitan dengan etika
sehingga peraturan hukum merupakan pengendapan atau kristalisasi dari keyakinan
moral dan serentak juga mengukuhkan keyakinan moral itu.
Disamping
itu sudut pandang hukum membutuhkan sudut pandang moral karena beberapa alasan.
Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak
dilarang. Tidak semuanya yang bersifat imoral adalah ilegal juga. Alasan kedua
yaitu proses terbentuknya undang-undang atau peraturan-peraturan hukum lainnya
memakan waktu lama, sehingga masalah-masalah baru tidak segera bisa diatur
secara hukum. Alasan ketiga ialah bahwa hukum itu sendiri sering kali bisa
disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang
beritikad buruk bisa memanfatkan celah-celah dalam hukum (the loopholes of the
law). Alasan keempat bisa terjadi, hukum memang dirumuskan dengan baik, tetapi
karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya karena sulit
dijalankan kontrol yang efektif. Tidak bisa diharapkan, peraturan hukum yang
tidak ditegakan akan ditaati juga. Alasan kelima untuk perlunya sudut pandang
moral disamping sudut pandang hukum adalah bahwa hukum kerap kali mempergunakan
pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak didenifisikan dengan
jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral, contohnya pengertian bonafide.
Bisnis
yang baik berarti juga bisnis yang patuh pada hukum. Bahkan, pada tarif
normatif etika mendahului hukum. Jadi, bisnis berlaku etis mereka tegaskan jika
dan selama tidak melangggar hukum (if it’s legal, it’s morally okay) tetapi
lebih baik “if it’s morally wrong, it’s probably also illegal’’ seperti yang
dikemukakan Boatright.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 METODE PENGUMPULAN DATA
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis
bersumber dari buku yang berkaitan
dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data
dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang
telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan
lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
HASIL ANALISIS
Salah satu produk hukum
tentang pangan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Undang-undang tentang pangan dimaksudkan sebagai landasan hukum bagi
pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi,
peredaran, dan atau perdagangan pangan. Sebagai landasan hukum di bidang
pangan, undang-undang tentang pangan dimaksudkan menjadi acuan dari berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pangan, baik yang sudah ada
maupun yang akan dibentuk.
Peraturan yang mengatur
tentang produk makanan untuk saat ini sebenarnya sudah cukup memadai. Tetapi masalahnya
adalah sampai seberapa jauh produsen mampu menerapkan atau menindaklanjuti
setiap ketentuan itu. Juga bagaimana sebenarnya pemerintah secara efektif dan
berkelanjutan melakukan pengawasan terhadap setiap produk makanan tanpa ada
laporan dari anggota masyarakat lembaga atau yayasan perlindungan konsumen.
Secara yuridis
normatif, semua peraturan tentang produk makanan sudah memenuhi standard.
Tetapi dalam proses penegakan peraturan itu dapat dikatakan bahwa dalam banyak
kasus, peraturan-peraturan tersebut sangat bersifat nominal dan semantik.
Aturan-aturan tertulis sebagai hukum positif sering kali dilanggar atau tidak
dilaksanakan secara konsekuen, sebab banyak bukti di masyarakat yang
menunjukkan terjadinya peredaran-peredaran produk makanan yang membahayakan,
terutama kesehatan.
Kasus bakso menggunakan
boraks, ayam dan ikan berformalin, makanan manis dengan pemanis buatan
berlebih, makanan dengan menggunakan pewarna buatan, serta banyak kasus lain
telah sering terjadi. Hal itu membuktikan bahwa kualitas penegakan hukum
terhadap produsen, penyalur dan penjual, dapat dikatakan belum baik. Terkait
dengan itu, kewajiban moral untuk menggunakan etika profesi produsen, penyalur,
dan penjual kurang dimiliki. Kebersihan sebagai bagian dari iman atau cerminan
peradaban di masyarakat belum sampai pada sebuah titik yang mengagumkan. Satu
kelemahan mendasar terjadinya peredaran dan pembiaran produkasi-produksi
makanan yang menggunakan bahan kimia berbahaya terletak pada sistem kontrol
data yang tidak akurat.
Penjual dengan motif
mencari keuntungan sering menggunakan cara dengan mencampur bahan kimia
berbahaya dengan tujuan menekan biaya produksi yang dikeluarkan. Bagi pelaku usaha atau produsen, mereka perlu
menyadari, bahwa kelangsungan hidup usahanya sangat tergantung pada konsumen.
Untuk itu mereka mempunyai kewajiban untuk memproduksi barang dan jasa sebaik
dan seaman mungkin dan berusaha untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.
Pemberian informasi yang benar tentang berhubungan dengan masalah keamanan,
kesehatan maupun keselamatan konsumen. Kongres ke-5 tentang "Pencegahan
Kejahatan dan Pembinaan Pelanggar Hukum" yang diselenggarakan oleh Badan
PBB pada bulan September 1975 di Jenewa memberikan rekomendasi dengan
memperluas pengertian kejahatan dengan tindakan "penyalahgunaan kekuasaan
ekonomi secara melawan hukum" (illegal abuse of economic power)
seperti pelanggaran terhadap peraturan perburuhan, penipuan konsumen,
pencemaran, manipulasi pajak, serta terhadap "penyalahgunaan kekuasaan
umum secara melawan hukum" (illegal abuse of public power), seperti
pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, menyalahgunakan wewenang oleh alat
penguasa misalnya penangkapan dan penahanan yang sangat melanggar hukum.
Oleh karena itu, etika
bisnis dapat dilihat sebagai suatu usaha untuk merumuskan dan menerapkan
prinsip-prinsip dasar etika di bidang hubungan ekonomi antara manusia. Dapat
juga dikatakan, bahwa etika bisnis menyoroti segi-segi moral dalam hubungan
antara berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis. Satu informasi dalam
label yang paling populer dan sering diperhatikan adalah keamanan bahan yang
digunakan untuk suatu produk makanan. Keamanan bahan yang digunakan wajib
digunakan untuk produk makanan.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Sebagai pelaku usaha
dalam kasus ini etika dalam berbisnis itu sangat penting supaya para
pedagang mengetahui etika-etika dalam
berbisnis. Seperti yang telah dibahas pada kasus diatas, itu termasuk ke dalam
pelanggaran etika bisnis.
Etika bisnis dapat
dilihat sebagai suatu usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip
dasar etika di bidang hubungan ekonomi antara manusia. Dapat juga dikatakan,
bahwa etika bisnis menyoroti segi-segi moral dalam hubungan antara berbagai
pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis. Setiap pelanggaran yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak
sengaja harus diselesaikan menurut kode etik yang berlaku.
5.2
SARAN
Bagi
pelaku usaha atau produsen, mereka perlu menyadari, bahwa kelangsungan hidup
usahanya sangat tergantung pada konsumen. Para produsen tidak boleh memikirkan
diri sendiri, mengutamakan keuntungan, apalagi ditambah mengesampingkan faktor
keamanan bahan yang digunakan untuk produk makanan. Produsen juga harus
memikirkan para konsumennya. Untuk itu mereka mempunyai kewajiban untuk
memproduksi makanan sebaik dan seaman mungkin dan berusaha untuk memberikan
kepuasan kepada konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Sonny,
Keraf. 1993. Etika
Bisnis Tuntutan dan Relevansinya.
Jakarta : Pustaka Filsafat
K.Bertens. 2004. Etika Bisnis. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar