19211143 / 2EA17
ZEN NOH, KOPERASI TERBESAR DI DUNIA
Koperasi Zen Noh berdiri pada 30 Maret 1972, merupakan hasil penggabungan dua sekunder koperasi pertanian level nasional, yaitu Zenkoren (bergerak dalam pengadaan kebutuhan pertanian) dan Zenhanren (bergerak di bidang pemasaran produk pertanian). Kedua sekunder koperasi ini berdiri pada tahun 1948. Zen Noh Jepang merupakan koperasi terbesar dari 300 koperasi yang diranking ICA. Dengan perputaran omset mencapai 63.449 dolar AS, atau Rp 583,73 triliun per tahun.
Koperasi Pertanian Jepang
Para petani Jepang memiliki posisi yang luar biasa kuat baik dalam konstelasi ekonomi ataupun politik di negaranya. Sudah menjadi pengetahuan umum, kalau berbagai komoditi pertanian yang dihasilkan petaninya, jauh lebih mahal ketimbang komoditi sejenis di negara lain. Tetapi, pemerintah Jepang tidak bisa sembarangan mengimpor komoditi tersebut tanpa persetujuan petani. Jatuhnya menteri pertanian karena mengabaikan aspirasi petani bukan hal yang aneh terjadi di Jepang. Kekuatan luar biasa dimiliki petani Jepang, antara lain karena mereka solid berhimpun dalam koperasi pertanian. Hal ini ditunjukkan untuk menekan dan mengembangkan jaringan bisnis, karena para petani Jepang berhimpun dalam koperasi.
Zen Noh menghimpun 1.173 koperasi pertanian, 1.010 diantaranya merupakan primer koperasi pertanian. Sisanya merupakan sekunder koperasi pertanian tingkat provinsi dan federasi koperasi lain yang terkait dengan bidang pertanian dan peternakan. Hampir semua kebutuhan petani Jepang dipenuhi melalui koperasi, seperti pengadaan berbagai peralatan pertanian, permodalan, pemasaran produk pertanian, dan kebutuhan barang sehari-hari.
Koperasi pertanian Jepang bersama jaringannya menangani sektor pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk sektor pendukungnya seperti keuangan dan asuransi. Pada awalnya, tanaman pertanian yang menjadi perhatian adalah padi. Total produksi beras yang dihasilkan rata-rata mencapai 1,58 juta ton per tahun. Namun, pada perkembangan selanjutnya, koperasi juga mengarahkan petani untuk melakukan diversifikasi tanaman. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi over supply beras sehingga harganya jatuh. Koperasi selalu mengupayakan agar harga setiap komoditi di tingkat petani tetap tinggi sesuai dengan standar hidup di Jepang.
Strategi Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan para petani tidak ketinggalan dengan masyarakat yang bekerja di sektor industri karena nilai tukar hasil pertanian dan barang produksi industri diusahakan setara di Jepang. Strategi tersebut, bukan tanpa risiko. Semula, Jepang memang bisa menerapkan kebijakan untuk melarang impor komoditi pertanian yang banyak dihasilkan petaninya, kendati harganya jauh lebih mahal di banding pasar dunia. Namun, pada tahun 1993, Jepang dipaksa membuka keran impor, melalui Kesepakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT). Berdasarkan kesepakatan itu, sejak tahun 1995 Jepang membuka impor beras, meskipun dibatasi hanya 4 persen dari kebutuhan beras dalam negeri. Memasuki tahun 2000, batasan itu diperbesar menjadi 4,8 persen.
Namun, Pemerintah Jepang tetap melindungi petaninya, antara lain dengan menetapkan bea masuk cukup tinggi, disamping tetap memberikan subsidi pada input pertanian. Melalui koperasi, petani Jepang mempunyai lobi yang kuat di pemerintahan. Bahkan di Partai Demokrat Liberal (LDP) yang merupakan partai besar, banyak orang koperasi yang berkiprah. Mereka mampu meyakinkan pemerintah, bahwa impor komoditi pertanian dalam jangka panjang akan menimbulkan ketergantungan yang bisa berakibat fatal. Dalam jangka pendek, melindungi pertanian di dalam negeri juga terkait dengan stabilitas politik nasional.
Cinta Produk Dalam Negeri
Koperasi pertanian Jepang aktif melakukan kampanye yang mengusung tema “Produk Lokal untuk Konsumen Lokal”. Upaya untuk menjaga loyalitas penduduk Jepang pada produk pertanian dalam negeri ini, tidaklah semata-mata mengandalkan unsur emosional, tetapi juga rasional.
Kendati harganya relatif lebih tinggi, koperasi pertanian menjamin bahwa seluruh komoditi pertanian yang dihasilkan anggotanya, memenuhi standar higienis tinggi. Dengan label bersistem barcode di setiap kemasan pertanian yang dibeli di toko koperasi, konsumen dengan jelas mengetahui siapa petani yang menanam produk yang mereka beli. Oleh sebab itu, jika terjadi sesuatu, komplain lebih mudah di lakukan. Agar produk pertanian itu bisa dijual lebih murah, koperasi membangun jaringan toko sendiri, sehingga bisa memotong jalur distribusi.
Perkembangan bisnis setiap koperasi pertanian di Jepang, pada gilirannya mendorong Zen Noh untuk terus melebarkan sayap bisnisnya, dengan jaringan yang tersebar di 26 negara, termasuk Indonesia, dan memiliki afiliasi dengan 249 perusahaan. Jumlah karyawannya mencapai 12.500 orang lebih.
(Sumber : http://himatipa.tp.ugm.ac.id/tip/232-zen-noh-koperasi-terbesar-di-dunia.html yang bersumber dari http://atanitokyo.blogspot.com/)